Selasa, 08 Mei 2012

PERPADUAN BUDAYA ISLAM DENGAN BUDAYA LOKAL

Tidak diketahui pasti kapan masuknya Agama Islam ke wilayah Nusantara, namun dari beberapa pendapat ahli menyebutkan bahwa Islam masuk antara abad ke 7 sampai 14 Masehi. Islam dibawa ke Nusantara oleh para pedagang yang berasal dari Arab, Persia ataupun Mesir. Islam membawa misi cinta damai dalam penyebarannya.

Maka dari itu penyebarannya yang melalui jalan damai itu pulalah terjadi suatu perpaduan yang baik antara budaya lokal dengan budaya Islam. Perpaduan ini dapat dilihat secara jelas pada sistem sosial, sistem pemerintahan yang ada di kerajaan Islam, kesenian ataupun pula dalam segi arsitrektur bangunan masjid.
1.     Sistem sosial
Sebelum Islam masuk ke Nusantara masyarakat masih memengang teguh kepercayaan dari Hindu-Budha yang menganut sistem kasta dalam masyarakatnya. Namun setelah Islam masuk, kepercayaan ini ditinggalkan karena dalam Islam tidak mengenal perbedaan antara masyarakat satu dengan yang lainnya. Semua manusia sama dihadapan Tuhan namun yang membedakan adalah keimanan dan ketakwaan dari manusia itu sendiri. Selain itu Islam dalam penyebarannya yang lebih mementingkan rasa cinta damai mengakibatkan banyak masyarakat yang berbondong-bondong untuk masuk Islam dan meninggalkan ajaran lama mereka. Ajaran Islam lebih cepat berkembang.Penyebaran Islam pada awalnya menyebar ke golongan masyarakat tingkat bawah karena mereka senang tidak dibeda-bedakan berdasarkan golongan mereka.Setelah masuk ke golongan masyarakat tingkat bawah kemudian Islam menyebar ke golongan istana ataupun kerajaan atas jasa dari para guru-guru agama.
2.     Sistem Pemerintahan
Dalam sistem pemerintahan tidak mengalami perubahan yang signifikan. Di dalam Agama Islam pemimpin dikenal dengan sistem khalifah fi ardhi atau pemimpin di bumi. Pemimpin di bumi ini dapat dalam Islam dapat disebut dengan raja.Ini sama seperti yang ada di Agama Hindu-Budha yang memiliki konsep bahwa raja adalah wakil Tuhan di bumi ini. Ini sama seperti konsep Agama Islam.  Di Nusantara sendiri pada masa Islam, sistem pemerintahannya masih sama dengan budaya Hindu-Budha yakni tetap menggunakan raja sebagai pemimpin dari sebuah kerajaan atau wilayah. Raja dalam memerintah dibantu oleh penasehat raja yang bertugas untuk memberikan nasehat kepada raja tentang masalah-masalah dalam kerajaan. Selain itu di dalam pemerintahannya raja mengganti ataupun juga menambahkan gelar didalam namanya seperti Sultan. Ini terlihat dari nama raja Kerajaan Banten yakni Sultan Agung Hanyokrokusumo.
3.     Kesenian
Dalam hal kesenian, budaya Islam lebih terlihat akulturasinya dengan budaya lokal. Seperti contohnya pada seni satra, didalam seni satra ini muncul kitab-kitab yang menggunakan bahasa Melayu.    
Dalam seni pertunjukkan bentuk akulturasi terlihat jelasyakni dengan adanya pertunjukkan wayang yang menggunakan cerita-cerita Islam. Kita tahu wayang itu merupakan suatu pertunjukkan yang kental akan budaya Hindu yang terlihat dari tokoh-tokoh pewayangan yang ada dalam kepercayaan Hindu. Namun dalam perkembangan selanjutnya kemudian kepercayaan itu diakulturasikan ke dalam budaya Islam dengan tujuan agar Agama Islam dapat diterima dengan baik oleh masyarakat. Banyak tokoh yang mengakultirasikan antara budaya lama dengan budaya Islam dengan menggunakan media wayang salah satunya adalah Sunan Kalijogo yang dalam penyebaran Islam di wilayah Jawa menggunakan media wayang ini.
 
4.     Arsitektur
Dalam hal arsitektur, bangunan-bangunan pada masa Islam seperti masjid, makam ataupun juga bangunan lainnya mendapat pengaruh dari kebudayaan lama yang kemudian berakulturasi dengan budaya baru dan menghasilkan bentuk bangunan yang baru.
a.      Masjid
Masjid merupakan tempat yang digunakan oleh umat Islam untuk menjalankan ibadah shalat atau yang lainnya. Masjid yang ada di Nusantara pada masa Islam mendapat pengaruh dari kebudayaan lama seperti contohnya pada atap masjid yang berbentuk tumpang dan berjumlah ganjil semakin ke atas semakin kecil. Bentuk atap tumpang ini pada masjid tradisional sering berjumlah 3 buah yang menunjukkan 3 tingkatan dalam agama Islam yakni iman, islam dan ihsan.
Atap tumpang sering kita temui pada bangunan Pura yang ada di Bali. Atap tumpang dianggap sebagai bentuk perkembangan dari bangunan candi. Bentuk ini kemudian disempurnakan dengan masuknya Islam di Nusantara terutama dalam segi pembangunan bangunan masjid. Kemudian pada zaman Islam bentuk atap dibangun seperti yang ada pada bangunan candi tersebut yakni menggunakan atap tumpang, ini dapat dilihat dari masjid-masjid tradisional seperti Masjid Demak ataupun Masjid Ampel yang menggunakan  atap yang berbentuk tumpang dan menjulang ke atas dan berjumlah ganjil. Selain itu contoh lain adalah Masjid Ampel yang pada mimbarnya dihiasi medalion dan daun-daunan serta surya Majapahit.
 
b.     Makam
Makam adalah tempat yang digunakan untuk menguburkan mayat orang-orang yang telah meninggal. Makam juga sebagai tempat terkhir bagi bagi orang yang telah meninggal. Maka dari tempat terakhir ini pada masa Islam makam dari orang-orang yang berjasa dalam penyebaran Islam ini dibangun dengan baik dan juga ditempatkan di tempat-tempat yang strategis guna sebagai penghormatan terakhir bagi tokoh tersebut. Pada masyarakat Hindu-Budha pemakaman biasanya dilakukan di candi-candi ataupun tempat yang lainnya, namun seiring dengan adanya pengaruh Islam hal yang demikian kemudian diubah sesuai dengan ajaran Islam. Bentuk akulturasi dari kebudayaan lama dengan budaya Islam dalam hal makam ini dapat dilihat dari Makam yang ada di Sendang Duwur Tuban yang di dalam kompleks masuk makan tersebut gapuranya seolah-olah menunjukkan kalau bangunan itu adalah candi dari depan. Namun apabila ditelusuri sampai ke dalam bangunan tersebut adalah makam Islam.
Selain itu ada Makam tertua yang ada di Nusantara yakni makam Fatimah Binti Maimun yang lebih dikenal dengan Wari di Leran Gresik(tahun 1082 M), dan makamnya diberi cangkup atau kubah yang didirikan untuk mengenang orang-orang penting yang ada pada budaya Hindu-Budha. Hal semacam ini membuktikan bahwa pada awal abad ke-11 M masyarakat masih terikat dengan bentuk bangunan pada masa Hindu-Budha.
c.      Menara
Dalam Islam menara ini memiliki makna sebagai tempat yang digunakan untuk mengumandangkan suara adzan agar dapat didengar ke seluruh penjuru negeri. Selain itu menara juga merupakan hiasan yang ada di lingkungan masjid guna memberikan keindahan bagi lingkungan di sekitar masjid. Menara masjid ini juga mengalami akulturasi dengan budaya lama. Ini dapat dilihat dari Menara masjid Kudus yang dulunya merupakan sebuah candi Jawa Timuran yang kemudian diubah fungsinya menjadi menara masjid dan juga disesuaikan dengan diberi atap tumpang agar lebih menunjukkan budaya Jawanya.

Masjid yang ada di Jawa memiliki ciri tersendiri dan beda dari masjid-masjid yang ada di Timur tengah, ciri-ciri tersebut antara lain :
1)     Fondasi bangunan yang berbentuk persegi dan pejal (massive) yang agak tinggi;
2)     Masjid tidak berdiri di atas tiang, seperti rumah di Indonesia model kuno dan langgar, tetapi di atas dasar yang padat;
3)     Masjid itu mempunyai atap yang meruncing ke atas, terdiri dari dua sampai lima tingkat, ke atas makin kecil;
4)     Masjid mempunyai tambahan ruangan di sebelah barat atau barat laut, yang dipakai untuk mihrab;
5)     Masjid mempunyai serambi di depan maupun di kedua sisinya;
6)     Halaman di sekeliling masjid dibatasi oleh tembok dengan satu pintu masuk di depan, disebut gapura.
7)     Denahnya berbentuk segi empat;
8)     Dibangun di sebelah barat alun-alun;
9)     Arah mihrab tidak tepat ke kiblat;
10) Dibangun dari bahan yang mudah rusak;
11) Terdapat pant, di sekelilingnya atau di depan masjid;

Tidak ada komentar:

Posting Komentar