Pada awal masuknya pengaruh asing seperti Hindu-Budha
ataupun Islam di wilayah Nusantara tidak langsung begitu saja para pendatang
tersebut menanam kebudayaan yang mereka bawa kepada masyarakat sekitar.Mereka
awalnya beradaptasi dengan kebudayaan lokal terlebih dulu baru setelah itu
mereka menanamkan budaya mereka. Dalam proses penanaman itu tidak jarang
menemui kendala seperti kuatnya pengaruh kebudayaan lama dan tidak bisa digeser
dengan budaya yang mereka bawa. Maka dari itu mereka melakukan suatu
pencampuran antara budaya mereka dengan budaya lokal atau yang lebih dikenal
dengan akulturasi.
Akulturasi
adalah perpaduan yang terjadi antara dua kebudayaan berbeda atau lebih yang
kemudian bertemu dan menghasilkan suatu kebudayaan yang baru tanpa
menghilangkan unsur dari kedua kebudayaan yang bertemu tadi. Unsur kebudayaan
baru yang masuk kemudian bercampur dengan kebudayaan lama yang kemudian
menghasilkan kebudayaan baru tanpa menghilangkan unsur-unsur kebudayaan lama.
Seperti pada unsur kebudayaan lama dari masyarakat Nusantara yang berakulturasi
dengan unsur kebudayaan baru yakni Hindu-Budha dan keduanya menghasilkan unsur
kebudayaan baru.
memang dulu sebelum
adanya agama yang masuk dari luar, di Nusantara ini masih menggunakan sistem
kepercayaan lama yakni Animisme
dan Dinamisme. Namun setelah masuknya agama-agama dari luar terutama
Hindu-Budha kemudian sistem kepercayaan tadi
bercampur atau berpadu dengan
Hindu Budha yang kemudian menghasilkan suatu kebudayaan yang baru.
Kepercayaan baru itu tidak meninggalkan
kepercayaan asli dari masyarakat Nusantara dan bahkan kepercayaan itu bercampur
dengan baik. Ini dapat dilihat dari pemujaan yang tetap dilakukan oleh
masyarakat terhadap nenek moyang maupun juga terhadap dewa-dewa yang ada dalam
Agama Hindu yang notabenya kepercayaan baru yang berkembang ke Nusantara.
Memang didalam unsur budaya baru itu tidak
bisa begitu saja masuk ke Nusantara. Ini dikarenakan masyarakat Nusantara tidak
mudah begitu saja dalam menerima unsur kebudayaan baru karena mereka masih
memiliki unsur kebudayaan lama yang tetap mereka pertahankan hingga setelah
budaya baru itu masuk. Selain itu yang
menyebabkan terjadinya akulturasi budaya adalah sikap dari masyarakat Nusantara
yang tidak bisa menerima unsur budaya begitu saja dan juga harus disesuaikan
dengan unsur kebudayaan lama mereka. Tidak mudah begitu saja meninggalkan unsur
kebudayaan lama yang telah mereka peroleh dari nenek moyang. Harus ada suatu
kecakapan lokal dari masyarakat untuk memerima budaya baru dan kemudian
mengolahnya dan disesuaikan dengan budaya lama, kecakapan lokal itu dapat
disebut dengan local genius.
Akulturasi
dari kebudayaan lama dengan Hindu-Budha dapat dilihat dari :
1. Segi
Sosial
Sebelum
masuknya Hindu-Budha ke Nusantara masyarakat belum mengenal dengan apa yang
namanya sistem pembagian masyarakat atau kasta. Semua masyarakat pada masa itu memiliki kedudukan yang sama dan masih
hidup dalam suatu kelompok-kelompok tertentu. Namun setelah masuknya unsur baru yang berupa Hindu-Budha ini kemudian masyarakat pada masa itu kehidupan
sosialnya berubahdan dibedakan atas sistem kasta.
2. Sistem
Pemerintahan
Pada
masa sebelum masuknya Hindu-Budha masyarakat Nusantara mengenal sistem
pemerintahan yang dipimpin oleh kepala suku dan juga keturunannya. Kepala suku
dipilih masyarakat atas kemampuannya dalam berbagai hal misalnya kemampuan
untuk mengalahkan musuh ataupun juga dalam berburu hewan.Namun setelah masuknya
pengaruh Hindu-Budha kemudian sistem pemerintahan berubah namun masih juga
memiliki unsur budaya lokal, perubahan ini menjadi seorang raja yang memimpin
sebuah wilayah atau negara. Perkembangan itu menyesuaikan dengan yang ada di
India karena India merupakan daerah awal dimana Hindu-Budha tumbuh.Contohnya
ialah nama Raja Kutai yang
pertama pada saat itu adalah Kudungga yang merupakan nama orang asli penduduk
pribumi pada masa itu, Kudungga merupakan seorang kepala suku. Namun setelah itu nama anak dari Kudungga
yaitu Aswawarman merupakan nama yang sudah mendapat pengaruh India. Selain
pemerintahan juga mendapat pengaruh dari India yang dari kesukuan menjadi sebuah kerajaan.
3. Kesenian
Di
dalam kesenian ini akulturasi sangat terlihat jelas seperti contohnya pada seni
rupa atapun patung dan juga relief yang ada di Nusantara dulu sepeti pada
relief di Candi Borobudur yang menceritakan tentang bagaimana perjalanan Sang
Budha Gautama. Bentuk akulturasi dari kebudayaan ini dapat dilihat dari relief
yang menggambarkan tentang keadaan alam dan
geografis dari wilayah Nusantara sendiri di masa lalu seperti adanya
hiasan burung merpati ataupun juga hiasan tentang gambar dari perahu bercadik
yang tidak kita temukan di India.
Dalam
seni sastra akulturasi nampak jelas seperti pada Sastra Jawa yang mengalami proses
akulturasi dengan kebudayaan India. Proses ini terjadi dengan penyerapan
unsur-unsur kebudayaan India terlihat dari prasasti
yang menggunakan huruf Pallawa dan Bahasa Sansekerta. Namun seiring dengan
bentuk akulturasinya dengan budaya lokal kemudian dari huruf Pallawa dan Bahasa
Sansekerta ini dikembangkan ke dalam Bahasa Jawa Kuna ataupun bahasa yang
lainnya yang masih dalam satu konteks
bahasa.
4. Sistem
Penanggalan
Kalender
atau sistem penanggalan yang ada di Nusantara yaitu yang menggunakan tahun Saka
merupakan sistem penanggalan yang mendapat pengaruh dari budaya yang ada di
India.Tidak diketahui pasti kapan nenek moyang mengenal
sistem pertanggalan dengan tahun saka ini. Namun diduga orang India mengenalkan
unsur-unsur kebudayaan tentang pertanggalan ini sejak menjelang abad ke 5 M
yang kemudian di terapkan dalam kehidupan
sehari-hari. Ini dapat dilihat Prasasti Tugu yang dikeluarkan Raja
Purnawarman dari Tarumanegara yang menyebutkan unsur-unsur pertanggalan yakni
tanggal 8 paruh gelap, bulan Phalgina dan 13 paruh terang bulan Caitra.
Pertanggalan yang dilakukan oleh Purnawarman adalah untuk menandai pembangunan
Sungai Gomati.Sebelum mengenal sistem penanggalan
Saka, nenek moyang dulu menggunakan rasi bintang sebagai penanda misalnya para petani dulu untuk
melihat perubahan musim dalam setahun biasanya menggunakan
gugusan bintang Weluku yang biasanya sekarang ini nampak pada Bulan September
sampai Maret. Namun
setelah masuknya Hindu-Budha, sistem penanggalan kemudian mendapat pengaruh
yang signifikan yakni dengan menggunakan tahun Saka sebagai sistem penanggalan
yang digunakan oleh masyarakat setempat.
5. Arsitektur
Dalam
segi arsitektur yang ada semacam penyempurnaan bangunan setelah masuknya budaya
Hindu-Budha. Pada awalnya masyarakat Indonesia sebelum masuknya budaya
Hindu-Budha sudah mengenal tentang sistem arsitektur atau bangunan. Ini dapat
dilihat dari adanya punden berundak yang sering dikaitkan dengan budaya
Animisme dan Dinamisme atau pemujaan terhadap leluhur mereka. Namun seiring
dengan adanya budaya Hindu-Budha yang masuk ke wilayah Nusantara, budaya nenek
moyang itu mengalami perkembangan yang signifikan.
Perkembangan
itu dapat dilihat dari Candi Borobudur ataupun juga bangunan di akhir masa
Majapahit (abad 14 candi-candi di lereng Penanggungan, Arjuna, Lawu) dibangun
dengan mengambil bentuk pundek berundak meskipun Majapahit merupakan kerajaan bercorak Budha.
Ini dapat membuktikan adanya suatu bentuk
akulturasi antara budaya asli nenek moyang dengan pengaruh Hindu-Budha.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar